Yayasan Pemberdayaan Komunitas ELSA (YPK ELSA) sejak Februari tahun 2021 mendapatkan mandat dari Yayasan Spiritia sebagai salah satu Sub Recepient untuk melaksanakan kegiatan penjangkauan dan rujukan pada pupulasi kunci, yaitu: Lelaki yang berhubungan Seks dengan Lelaki (LSL), Waria dan Pengguna Napza Suntik. Wilayah Intervensi YPK ELSA pada 2022 tersebar di 7 (tujuh) Provinsi yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat serta bekerja di 44 (empat puluh empat) kabupaten/kota. Dalam pelaksanaannya, YPK ELSA berkerja sama dengan 12 lembaga Mitra (Sub Sub Recepient). Pada tahun 2022, total dana yang dikelola oleh YPK ELSA adalah sebesar Rp 22,2 M, jauh lebih besar dari tahun 2021 sebesar Rp 9,9 M. Tentu saja ini menjadi tantangan tersendiri bagi tim pelaksana program, tentang bagaimana keberhasilan program dapat tercapai sekaligus menjaga akuntabilitas keuangannya.
Tolak ukur keberhasilan sebuah program, bukan hanya terletak pada tercapainya jangkauan dan rujukan dibandingkan dengan target, tetapi juga sampai dengan membina hubungan dan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan di daerah serta yang lebih penting adalah memastikan program dapat memiliki dampak yang dirasakan oleh para penerima manfaat.
Menurut Mardiasmo (2006) akuntabilitas merupakan kewajiban dari pemegang amanah untuk memberikan tanggung jawab, menyajikan, mengungkapkan dan melaporkan seluruh aktivitas kepada pihak yang telah memberi amanah. Akuntabilitas berhubungan dengan efektifas dan efisiensi, kepatuhan pada aturan Pemerintah maupun organisasi serta tercapainya tujuan organisasi.
Hal ini membutuhkan usaha yang besar dari bukan hanya pimpinan lembaga, namun juga seluruh orang yang terlibat dalam lembaga tersebut dari hulu sampai hilir. Selain visi dan misi dari setiap orang dalam organisasi tersebut harus sama yakni menuju tercapainya tujuan lembaga, juga dibutuhkan kekompakkan, kerjasama dan koordinasi dari setiap orang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Ketika lembaga tersebut akuntabel, apa sih keuntungannya? Bagi pemberi dana hibah, akuntabilitas sebuah lembaga akan menambah kepercayaan serta membuka peluang untuk dana tersebut bisa dikelola oleh organisasi yang terpercaya dan memiliki kemampuan mengelola dana yang dipercayakan kepadanya. Organisasi yang accountable juga lebih percaya diri ketika akan melamar sebagai organisasi penerima dana hibah. Secara internal, lembaga tersebut juga akan lebih sehat dan dapat terus tumbuh dan berkembang.
Dalam program pencegahan dan penanggulangan HIV di Indonesia, salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah Getting Three Zero; zero infection, zero death dan zero stigma & discrimination. Tidak ada infeksi baru yang ditemukan, tidak ada kematian yang disebabkan oleh HIV AIDS dan tidak ada stigma dan diskriminasi bagi orang yang terinfeksi HIV. Karena HIV tidak menular melalui aktivitas sosial maka yang dijauhi adalah penyakitnya, bukan orangnya.

Menuju akuntabilitas kelembagaan, ada beberapa hal yang perlu dilakukan dan diupayakan. Dalam hal ini Saya menyebutnya sebagai Getting Three Zero for Accountability. Apa saja upaya yang kita lakukan agar sebuah organisasi yang menerima dana hibah bisa disebut akuntabel?
1. Zero Fraud
Zero fraud artinya tidak ada kecurangan. Fraud adalah tindakan curang yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga menguntungkan diri sendiri, kelompok, atau pihak lain. Kekeliruan atau eror juga menjadi kesalahan lainnya dalam proses pertanggungjawaban. Fraud dan error merupakan dua jenis kesalahan yang sering terjadi, meski sama-sama melakukan kesalahan, keduanya memiliki sedikit perbedaan, yaitu terlihat dari ada dan tidak adanya unsur kesengajaan. Dalam fraud terdapat unsur kesengajaan. Fraud mengakibatkan adanya pengeluaran yang dikompromikan dalam praktik terlarang. Pengeluaran ini jelas tidak bisa diakui dan lembaga penerima dana hibah wajib mengembalikan sejumlah dana yang tidak diakui. Konsekuensi yang lebih besar dari pengembalian dana adalah diputusnya kontrak kerja sama sebagai akibat dari hilangnya kepercayaan dari lembaga pemberi dana hibah.
Beberapa contoh praktik yang masuk dalam indikasi fraud, antara lain
- Organisasi melakukan pemotongan atas gaji dari semua atau sebagian staff yang bekerja, dengan proporsi tertentu tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas kepada staf. Tindakan itu dilakukan dengan penetapan prosentase atau jumlah tertentu dari gaji yang di dalamnya mengandung unsur pemaksaan, bukan sebuah tindakan yang suka rela, dan bertujuan memperkaya organisasi.
- Ditemukannya bukti pengeluaran yang tidak valid. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), valid adalah menurut cara yang semestinya; berlaku atau sahih. Contoh data yang tidak valid: nota fiktif , baik alamat, nama toko, ataupun nominal yang tidak bisa diakui. Kegiatan Fiktif, atau Petugas Lapangan Fiktif. Sebagai contoh dalam nota disebutkan rumah makan Padang, setelah dicek ternyata sebuah angkringan. Petugas verifikasi harus mencari informasi yang benar, berapa lama angkringan itu buka, dikaitkan dengan waktu kegiatan dalam nota, atau kemungkinan toko tersebut sudah pindah ke lokasi yang lain. Bukti pengeluaran yang tidak valid juga mencakup bukti pengeluaran yang berbeda dengan yang asli dari toko.
Untuk mengetahui apakah bukti pengeluaran yang tercantum dalam laporan pertanggungjawaban itu valid atau tidak ,maka dilakukan proses verifikasi melalui telepon atau datang langsung ke toko. Petugas verifikasi harus memiliki keyakinan mendalam bahwa bukti pengeluaran yang diberikan oleh lembaga benar-benar sahih dan bisa diterima.
2. Zero Violation of Law
Zero Violation of Law artinya tidak ada pelanggaran atas hukum atau aturan yang berlaku. Salah satu aspek penting dalam akuntabilitas adalah kepatuhan atas aturan yang berlaku. Terdapat dua macam aturan, yakni aturan internal yaitu aturan atau pedoman yang dibuat oleh organisasi. Sedangkan aturan eksternal adalah aturan yang berasal dari luar organisasi,dalam hal ini contohnya adalah aturan negara.
Sebagai organisasi yang berada di negara Indonesia, maka organisasi harus patuh pada aturan yang ada di negara Indonesia. Salah satunya kepatuhan atas pembayaran pajak dan keikutsertaan staff dalam program jaminan sosial. Beberapa bantuan dari pemerintah berupa Bantuan Langsung Tunai, bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan dalam pencairannya. Jaminan kesehatan juga hal yang tidak kalah penting, karena staff tersebut diberikan jaminan kesehatan dengan hanya membayar 1% atas gajiyang diterima, sedangkan organisasi berkontribusi untuk membayarkan 4% nya untuk dibayarkan kepada BPJS Kesehatan. Dan dengan satu persen (1%) kontribusi staff, bukan hanya atas diri staff tersebut yang keanggotaannya tercatat di BPJS, namun juga istri dan tiga orang anaknya (bagi yang sudah menikah).
Aturan organisasi tertuang dalam anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan petunjuk pelaksanaan program serta, petunjuk teknis. Dalam aturan organisasi, buatlah aturan yang achievable.
3. Zero Error
Error adalah kesalahan. Kesalahan dalam hal ini bukan unsur kesengajaan dan tidak dikompromikan organisasi atau lembaga untuk tujuan memperkaya organisasi. Konsekuensi dari kesalahan ini organisasi atau lembaga melengkapi kekurangan dokumen pendukung dan melakukan koreksi atas pencatatan yang timbul sehingga laporan pertanggungjawaban bisa diterima. Beberapa contoh error atau kesalahan dalam pertanggungjawaban keuangan adalah:
a. Pengeluaran yang tidak didukung bukti pengeluaran yang lengkap.
Dalam pertanggungjawaban keuangan untuk kegiatan, ada beberapa bukti pendukung agar pemeriksa atau pemberi dana hibah mempunyai keyakinan penuh, bahwa kegiatan tersebut dilakukan. Beberapa contoh dokumen pendukung laporan kegiatan: daftar hadir peserta, surat tugas dan biodata dari fasilitator atau narasumber, dokumentasi/foto kegiatan, berserta laporan kegiatan atau disebut narasi. Semua laporan tersebut harus lengkap dengan otorisasi.
b. Pengeluaran yang melebihi unit cost yang disepakati tanpa persetujuan dari Pimpinan.
Dalam kontrak kerja sama antara lembaga donor dengan lembaga penerima dana hibah, biasanya telah disepakati maksimal harga atau unit cost untuk setiap pengeluaran. Untuk tahun 2022 ini, standar biaya masukan (SBM) adalah harga satuan, tarif, dan indeks yang ditetapkan untuk menghasilkan biaya komponen keluaran dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga tahun anggaran 2022. Hal tersebut didasarkan pada Permenkeu No. 60/PMK.02/2021. Harga satuan pengeluaran dalam kegiatan tidak diperbolehkan melebihi unit cost, bila ada diperlukan persetujuan.
c. Uneligible cost (biaya yang tidak diperbolehkan).
Pengeluaran yang tidak diperkenankan dalam rangka kerja sama antara dua pihak biasanya pengeluaran yang tidak diatur dalam anggaran yang telah disepakati. Hal ini adalah kewenangan dari lembaga pemberi dana hibah. Dalam pengalaman kami, contoh uneligible cost adalah pembelian rokok.

Ketika lembaga atau organisasi berkomitmen untuk meningkatkan akuntabilitas lembaga maka “Getting Three Zero for Accountability” ini adalah salah satu langkah kerja bersama semua pihak. Pelibatan semua aspek dalam organisasi menjadi penting.