Peran Kecil Pemenuhan Hak atas Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu hak dan harus diperoleh setiap warga negara Indonesia. Hak atas kesehatan ini tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28H dan pasal 34ayat 3, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pasal 25 serta peraturan-peraturan yang menjelaskan tentang hak atas kesehatan lainnya. Berdasarkan peraturan dan perundang-undangan tersebut secara umumnya dan berdasarkan panggilan dari hati nurani, saya coba mengambil peran kecil untuk memberikan dukungan secara moril dan tindakan kepada teman-teman populasi kunci yang lebih rentan terhadap diskriminasi di semua lini kehidupan tidak terkecuali di bidang kesehatan.

Sebagai salah satu petugas penjangkau pekerja seks perempuan (PSP) di LSM yang berada di Jakarta Pusat yang fokus pada bidang penanggulangan dan pencegahan HIV, selain bekerja membantu teman-teman PSP dalam mengakses layanan kesehatan, saya juga memiliki tugas menghilangkan deskriminasi yang ada di masyarakat, di lingkungan tempat PSP bekerja dan di layananan kesehatan. Sampai saat ini telah banyak layanan kesehatan yang sudah ramah terhadap komunitas akan tetapi masih ada segelintir petugas layanan yang memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mendeskriminasi dan terlalu privasi sehingga membuat teman-teman PSP tidak nyaman melakukan pemeriksaan di layanan tersebut. Peran penjangkau sendiri ketika menjadi pihak ketiga antara pihak layanan kesehatan dan komunitas PSP, dapat dilihat dan dianggap penting sebagai penyambung lidah kedua pihak tersebut. Harapannya adalah akan semakin banyak layanan kesehatan yang ramah komunitas dan memberikan kenyamanan bagi komunitas untuk melakukan tes HIV, tes IMS, konsultasi kesehatan dan lain-lain. Dengan begitu program pencegahan, penanggulangan dan penularan kasus HIV di komunitas populasi kunci bisa lebih dikendalikan.

Deskriminasi dan stigma di masyarakat terkait HIV dan AIDS juga menjadi salah satu penghambat dalam penjangkauan PSP. Hambatan ini terjadi karena masih banyak masyarakat yang kurang pengetahuan dan informasi terkait HIV, dari yang paling mudah yaitu cara penularan, cara pencegahan dan cara pengobatan. Bagi PSP sendiri yang paling ditakutkan adalah efek samping yang terjadi karena mengkonsumsi obat ARV walau pada kenyataannya setiap orang memiliki efek yang berbeda-beda dalam menjalani pengobatan ARV. Dalam menghadapi fenomena ini peran penjangkau menjadi penting karena tidak hanya menjadi sahabat sebaya bagi PSP tapi juga menjadi support system PSP itu sendiri dan menjadi salah satu sumber informasi yang bisa dipercaya dan dipertanggung jawabkan.

Pemutusan hubungan kerja secara sepihak yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau instansi dengan alasan sedang mengidap penyakit HIV juga beberapa kali terjadi pada karir temen-temen komunitas. Terlebih pada komunitas PSP yang mengharuskan mereka tetap sehat dan bersih dari virus HIV tapi pelayanan dan informasi tentang HIV sangat kurang dari tempat dia bekerja.

Tekanan secara emosional dan materi dari atasan mereka serta adanya tamu-tamu yang masih menolak untuk memakai kondom membuat PSP tidak memiliki pilihan untuk menolak. Sedangkan dampak buruk yang terjadi ketika mereka sudah terinfeksi virus HIV dan membuka status mereka kemungkinan besar akan dikeluarkan oleh atasan mereka. Kejadian-kejadian di dunia kerja ini menjadi tugas seorang penjangkau agar mempermudah PSP untuk mengakses obat ARV dan menjamin kerahasian status mereka sehingga mereka masih bisa bekerja sebagaimana mestinya dan tidak menularkan virus HIV tersebut kepada pasangan dan tamu psp tersebut. Beberapa hal yang telah dijabarkan merupakan sedikit dari sekian banyak tugas dan peran seorang penjangkau di populasi kunci khususnya dalam komunitas PSP.

Penulis

Jumani Nurdiniyah; Penulis seorang perempuan, aktif di dunia advokasi sebagai paralegal dan juga petugas lapangan komunitas PSP di area Jakarta Selatan. Saat ini penulis bekerja untuk Yayasan Inter Medika.
Instagram: @jumani_nd, @intermedika.yim

Sebarkan